Rabu, 10 Juni 2015

Sayyid Ahmad Khan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ide pembaharuan Islam, yang tercetus sejak awal abad ke–13 H (19 M), semakin mendapatkan tempatnya di era ini. Era pasca modernisme sebagai lanjutan dari fase modern banyak memberikan peluang bagi setiap pemikiran untuk berkembang. Termasuk diantaranya adalah ide pembaruan Islam, yang menyuarakan gagasan-gagasan yang cukup memberikan suasana baru di dunia Islam, termasuk India yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini. Berbagai fenomena pascamodernisme terus melaju mengisi setiap sisi kehidupan. Warna relatifisme dan pluralisme menciptakan ruang–ruang yang lebar bagi berkembangnya ide-ide pembaharuan. Ide yang cukup relevan karena dianggap bersifat kritis dan korektif terhadap konsep apapun termasuk teks-teks keagamaan yang telah mapan. Untuk menyesuaikan paham-paham kegamaan Islam dengan perkembangan baru yang telah menimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, di dunia Islam muncul gerakan-gerakan pembaruan yang dimotori oleh tokoh-tokoh pembaru. Di India, misalnya, ide-ide pembaruan yang dicetuskan oleh Syah Waliyullah pada abad ke-18 diteruskan oleh anaknya, Syah Aziz (1746-1823) ke generasi selanjutnya, Syah Abdul Aziz yang merupakan ulama terkemuka di zamannya. Ketika umumnya orang berpendapat bahwa belajar bahasa Eropa haram, ia memberi fatwa bahwa belajar bahasa Inggris bukan boleh saja, tetapi perlu untuk kemajuan umat Islam India. Di waktu itu Inggris telah mulai menanam kekuasaannya di India dan kemajuan peradaban Barat telah mulai dirasakan rakyat India, baik yang beragama Islam maupun yang beragama Hindu. Tetapi di antara kedua umat tersebut orang-orang Hindulah yang lebih banyak dipengaruhi oleh peradaban baru itu, sehingga orang Hindu lebih maju dari orang Islam dan lebih dapat berkerja di Kantor-kantor Inggris, keadaan umat Islam lebih mundur dari umat Hindu inilah yang ingin diatasi oleh Syah Abdul Aziz dan pemimpin-pemimpin pembaharuan sesudahnya, terutama Sir Sayyid Ahmad Khan. B. Rumusan Msalah dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, yang menjadi permasalahan dalam pembahasan ini, ialah: a. Sir Sayyid Ahmad Khan? b. Bagaimana ide-ide pemikiran Sir Sayyid Ahmad Khan? 2. Batasan Masalah Untuk memudahkan penulis dalam membahas masalah pokok yang menjadi inti permasalahan pada pembahasan ini, maka penulis terlebih dahulu akan membatasi permasalahan yang akan dibahas. Adapun batasan masalahnya adalah sebagai berikut: a. Pada dasarnya, sangat banyak tokoh-tokoh pembaharuan yang ada di India. Namun yang menjadi pembahasan dalam makalah ini hanya terbatas pada seorang tokoh yang sangat terkenal di India, yaitu Sir Sayyid Ahmad Khan. b. Adapun ide-ide pembaharuan Sir Sayyid Ahmad Khan dalam pembahasan ini adalah ide pembaharuannya dalam bidang sosial keagamaan, pendidikan dan bidang politik. BAB II PEMBAHASAN A. Setting Kehidupan Sir Sayyid Ahmad Khan Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal 17 Oktober 1817 sebagai putra seorang bangsawan tinggi. Sayyid Ahmad Khan sebagai pelopor gerakan modernisme dalam Islam, yaitu sebagai kelanjutan gerakan mujahiddin yang didirikan oleh Syekh Waliyullah dan menurut keterangann ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad Saw., melalui Fatimah bin Ali. Neneknya Sayyid Hadi, adalah pembesar istana di zaman Alamghir II (1754-1759), ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain bahasa Arab, ia juga belajar bahasa Persia dan sejarah. Ia orang yang rajin membaca dan selalu memperluas ilmu pengetahuan. Sewaktu berusia delapan belas tahun, ia memasuki lapangan perkerjaan pada Serikat India Timur. Kemudian berkerja sebagai hakim. Di Tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studi. Selain perkerjaan itu, ia juga amat cakap dalam menulis dan mengarang. Salah satu karyanya yang mengantarkan namanya menjadi terkenal adalah Ahtar Al-Sanadid. Perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan sangat besar, sehingga hasilnya banyak karangan-karangannya yang berbobot dan ilmiah. Sayyid Ahmad Khan merupakan tokoh penting yang mendirikan Anglo-Oriental College dan berpengaruh luas di lingkungan sekolah itu. Sayyid Ahmad Khan juga merupakan tokoh kunci dalam mendefinisikan apa yang disebut ‘modernisme Islam di India’ dan dalam kaitan ini terdapat sejumlah karya ilmiah dalam bahasa Inggris mengenai dua karya utamanya, Tabyin Al-Qur’an, Mohammedan Commentary on the Bible dan Tafsir Al-Qur’an. Di masa pemberontakan 1857, ia banyak berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan, sehingga ia dikatakan telah banyak menolong orang Inggris dan dianggap telah banyak berjasa bagi mereka. Atas jasanya tersebut, ia dianugrahi gelar Sir di depan namanya, sedangkan hadiah yang diberikan dalam bentuk lain ia tolak. Hubungan dengan pihak Inggris menjadi baik dan ini dipergunakan untuk kepentingan umat Islam India. Sayyid Ahmad Khan orang yang berjasa untuk India. Ia mulai berkenalan dengan kebudayaan Barat sejak dari India, ialah waktu terjadi hubungan dagang antara India dengan Inggris yang bernama East Indian Company (EIC). Waktu ia menjadi pegawai. Ia bukanlah seorang nasionalis India dalam arti yang sebenarnya, tetapi seorang India yang mencurahkan perhatiannya terhadap umat Islam India. Ia berusaha menyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, umat Islam tidak memainkan peranan utama. Untuk itu ia keluarkan pamflet yang mengandung penjelasan tentang hal-hal yang membawa pada pecahnya pemberontakan 1857. Selain dari itu Sayyid Ahmad Khan juga menganjurkan kepada Inggris tidak ikut mencampuri urusan agama rakyat India dan agar membendung misi kristenisasi. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia tunjukan terhadap Inggris Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Inggris terhadap umat Islam India. Dan sementara itu kepada umat Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan Inggris. Sayyid Ahmad Khan sangat beruntung, karena di antara sekian banyak umat Islam pada saat itu, dialah yang kebetulan diberikan pembiayaan oleh pemerintah Inggris untuk mengadakan lawatan ke Inggris dalam usaha mendapatkan bahan informasi sehubungan dengan usaha-usahanya membantu Inggris dalam berhubungan dengan umat Islam. Di Inggris ia dapat mengadakan perbandingan atas kemajuan yang dicapai Barat, baik tingkat pendidikan, penghargaan dengan peradabannya. Menurutnya, wajar bila Inggris maju dan umat Islam mundur, karena masing-masing berbeda dalam gaya hidup. Bedasarkan pengamatannya itulah yang mendorongnya menulis sejumlah buku agar umat Islam belajar banyak dengan Inggris dalam mencapai kemajuan-kemajuan hidup. Sikap Sayyid Ahmad Khan yang radikal membuat kawan-kawannya atau tokok-tokoh pembaru dalam lainnya yang menentang. Jamaluddin Al-Afgahni menentang dalam bukunya “Jawaban Terhadap Kaum Materialis” Sekolahnya M.A.O.C yang berbau Inggris mendapat tantangan dari sana sini. Lawan-lawanya telah menganggap kafir tetapi semua itu tidak dihiraukan oleh Sayyid Ahmad Khan. Sayyid Ahmad Khan berserta kawan-kawannya mendirikan sebuah Universitas Aligarh, sebagai pusat penggerakan pembaru Islam di India. Sayyid Ahmad Khan termasuk rasionalis dan sebagai tokoh pergerakan reformasi keagamaan. Sebagian besar pemikiran-pemikirannya cenderung memberikan porsi lebih besar atau daya fikir logis, sehingga sesuatu yang kurang logis tidak dapat diterima begitu saja, termasuk cara ia menelan dan memberi interprestasi terhadap Al-Qur’an dan hadits, cenderung mengarah kepada pemikiran nasional. Sejalan dengan hal tersebut, ia sangat melarang orang Islam bertaklid. Semua perjuangan Sayyid Ahmad Khan itu berpulang kepada keikhlasannya. Sehingga segala cemoohan, kritik dan bahkan nada melecehkan dalam kerangka Islam dengan tuduhan keluar dari Islam dan sebagainya dapat ditangkis dengan jawaban perkembangan di kemudian hari yang membuktikan tuduhan itu. Pada tahun 1898, Sayyid Ahmad Khan tokoh dan pendekar pendidikan Islam modern pulang ke rahmatullah dengan tenang dalam usia 81 tahun. Ia telah meninggalkan sesuatu yang bernilai abadi dalam pelajaran sejarah pemikiran modern di India dan Dunia Islam sepanjang masa. B. Ide-Ide Pemikiran Sayyid Ahmad Khan 1. Dalam Bidang Sosial Agama Ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal akan mendapatkan penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya pada wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia percaya pada kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan menentukan perbuatan. Dalam kata lain, ia mempunyai faham qadariah (free will and free act) dan tidak faham jabariah atau fatalisme. Manusia, demikian pendapatnya, dianugrahi Tuhan daya-daya, diantaranya daya berfikir, yang disebut akal dan daya fisik untuk mewujudkan kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mempergunakan daya-daya yang diberikan Tuhan kepadanya itu. Sejalan dengan faham qadariah yang dianutnya, ia percaya bahwa bagi tiap makhluk Tuhan telah menentukan tabi’at atau naturnya. Dan natur yang ditentukan Tuhan ini, di dalam Al-Qur’an disebut sunnah Allah., tidak berubah. Islam adalah agama yang mempunyai faham hukum alam (hukum alam buatan Tuhan). Antara hukum alam, sebagai ciptaan Tuhan dan Al-Qur’an sebagai sabda Tuhan, tidak terdapat pertentangan keduanya meski sejalan. Pemikiran Sayyid Ahmad Khan, mengenai hukum alam (nature). Menurutnya, hubungan Tuhan dengan manusia itu laksana hubungan arloji dengan pembuatnya. Arloji akan berjalan terus secara mekanik tanpa ada hubungan lagi dengan si pembuat. Apa yang diprogramkan si pembuat itulah ketetapan yang mesti dijalaninya. Bagian-bagian dalam mesin arloji itulah yang menjalankan fungsinya. Begitu juga dengan manusia, ia tidak berbeda dengan arloji. Manusia akan bergerak secara mekanis sesuai dengan hukum alam itu, yang secara tidak langsung tidak lagi berhubungan dengan si pembuat, terutama dalam menjalankan fungsi-fungsi yang sudah digariskan. Terhadap hukum alam, menurutnya tidak banyak yang dapat ditemukan secara langsung di dalam Al-Qur’an dan sunnah. Begitu juga tentang hubungan manusia dengan manusia, dalam perilaku ekonomi, sosial-budaya yang banyak diungkapkannya, hanyalah gambaran masyarakat primitif zaman nabi, maka untuk zaman sekarang hal-hal itu tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Itulah sebabnya dalam masalah umum dan duniawi, umat Islam harus belajar banyak kepada Barat dan menerima kebudayaan mereka yang saat ini dianggap sangat maju kalau umat Islam ingin seperti mereka. Secara agamis, pandangan Sayyid Ahmad Khan sebagian dapat dilihat dari tulisan-tulisannya. Bukunya Essay on the Life of Mohammed, juga berisi jawaban-jawaban terhadap kritik Barat. Buku itu ditulis untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama terhormat dinilai dari ukuran-ukuran Barat Modern. Ia sendiri menyerap jiwa kebudayaan Barat terutama rasionalismenya. Pikirannya tidak mau terbelenggu oleh otoritas hadits dan fiqh. Semua itu diukur dengan kritik rasional. Akibatnya ia menolak semua hal yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Dengan begitu ia sudah barang tentu menolak otoritas lama (taqlid). Dalam lapangan agama, ia berusaha untuk menunjukkan persamaan dasar antara Islam dan Kristen, dan dengan itu menganjurkan kerukunan hidup antara kedua pemeluk agama tersebut. Ia menulis uraian untuk mempertahankan pendapat dibolehkannya hubungan antar orang Islam dan orang Kristen dari segi agama. Yang menjadi dasar bagi sistem perkawinan dalam Islam, menurut pendapatnya, adalah sistem monogami dan bukan sistem poligami sebagaimana dijelaskan oleh ulama-ulama di zaman itu. Poligami adalah pengecualian bagi sistem monogami itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dijalankan, tetapi hanya merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Di samping hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan yang disebut dalam Al-Qur’an hanyalah terbatas pada hari-hari pertama perjuangan Islam. Sesudah jatuh dan menyerahnya kota Mekkah. Perbudakan tidak dibolehkan lagi dalam Islam. Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan kehadiran Tuhan, dengan lain kata do’a diperlukan untuk urusan spritual dan ketentraman jiwa. Faham bahwa do’a ialah meminta sesuatu dari Tuhan dan bahwa Tuhan mengabulkan permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian ia menjelaskan, tidak pernah dikabulkan Tuhan. Menurut Ahmad Khan, hanya al-Qur’an yang menjadi asas dalam memahami agama, sedangkan hadits yang dapat dijadikan sebagai sandaran hanyalah hadits-hadits yang sesuai dengan nash dan ruh Al-Qur’an, yang sesuai dengan akal dan pengalaman manusia dan yang tidak bertentangan dengan hakekat sejarah. Bahkan setiap hadits yang bertalian dengan masalah dunia hanya berlaku khusus bagi kondisi dan keadaan bangsa Arab pada masa nubuwah, dan tidak mengikat bagi seluruh kaum muslimin. Memang mengenai kedua sumber hukum Islam, ia amat kritis. Apalagi hadits, yang kedudukannya sebagai sumber kedua dalam hukum Islam, amat hati-hati dipakainya. Karena umumnya hadits banyak yang palsu, yang shahih saja kalau bertantangan dengan Al-Qur’an, perlu dipertimbangkan untuk dipakai. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa Al-Qur’an merupakan satu-satunya asas untuk memahami Islam. Hal ini ia dasarkan pada perkataan Umar Ibnu Khathab, "Cukuplah bagi kita kitabullah". Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka untuk memahami al-Qur’an tidak mungkin bersandar pada Al-Qur’an menggunakan penafsiran kontemporer. Ia berpendapat bahwa ayat-ayat muhkamat bersifat asasi atau mengandung dasar-dasar aqidah, sedangkan ayat-ayat mutasyabihat menerima lebih dari satu penafsiran yakni mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan manusia. Perubahan terjadi setiap saat, ilmu pengetahuan dan pengalaman manusia bertambah. Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan tersebut harus terjadi perubahan pemahaman manusia terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Karena boleh jadi akan ada penafsiran lain yang lebih sesuai dengan ilmu pengetahuan alam manusia masa kini. Dalam tahrir fi usul al-tafsir argumen Sayyid Ahmad Khan adalah Al-Qur’an itu “benar” karena Al-Qur’an sesuai dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan alam itu benar karena ilmu ini sesuai dengan Al-Qur’an. Terlihat bahwa Sayyid Ahmad Khan dalam menerima hadits berbeda dengan apa yang diketahui selama ini, ia tidak menerima hadits untuk di era globalisasi seperti sekarang karena hadits hanya berlaku pada masa kenabian saja. Ia pun berpendapat bahwa perkara-perkara agama bersifat tetap, akan tetapi tidak untuk perkara-perkara dunia. Dapat disimpulkan bahwa ia juga maragukan pendapat-pendapat fuqoha terdahulu untuk diterapkan pada masa sekarang. Karena ia sangat menghargai akal, kebebasan untuk manusia itu sendiri, sehingga ada pendapatnya yang mendapat tanggapan keras dari beberapa kalangan yakni, bahwa Allah tidak ikut campur atas hukum alam yang telah Allah buat, Allah hanyalah membuat tetapi yang mengendalikannya bukanlah Allah. Dapat kita lihat bahwasannya pemikiran yang dipakai oleh Sayyid Ahmad Khan ialah pemikiran orang Barat dalam hal memahami agama dan Al-Qur’an. Sayyid Ahmad Khan menjelajah hampir semua literatur Islam untuk menggali pendapat-pendapat yang memiliki otoritas yang mendukung tesisnya, bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada sesuatupun yang tidak sesuai dengan sains modern. Cocok dengan alam adalah ukuran untuk menilai pelbagai macam agama, dan agama Islam adalah agama yang benar karena sesuai dengan alam. “Kalimat Allah (Al-Qur’an )”, ia menyatakan harus sesuai dengan perbuatan Allah (alam)”. Ia mengikuti metode Mu’tazilah dalam mencocokkan agama dengan sains, dan ia dianggap sebagai Mu’tazilah modern Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pemahaman agama seorang pembaruan Islam di India, Sayyid Ahmad Khan sesuai dengan kebudayaan Inggris pada abad ke-19 ialah ilmu, moralitas liberal, humanisme dan rasionalisme ilmiah. Benarlah jika ada yang menggambarkan bahwa Sayyid Ahmad Khan duduk kepada Inggris politik, ada lagi yang menggambarkan tunduk pada Barat dalam hal kebudayaan dan peradaban. 2. Dalam Bidang pendidikan Pada tahun 1869, bersamaan dengan kepergian anaknya ke Inggris untuk melanjutkan studinya, ia juga pergi ke Inggris. Kepergiannya ini adalah semata-mata untuk memenuhi keingintahuannya yang sudah lama yaitu mempelajari sendiri sumber-sumber kekuatan Inggris, dengan harapan dapat mewujudkan cita-citanya menciptakan negara India yang kuat dan makmur, dapat mengikuti perkembangan zaman modern serta dapat menduduki tempat mulia dalam masyarakat dunia. Ia sadar bahwa jika rakyat tidak menerima pendidikan modern yang cukup maka keadaan mereka tidak akan tambah baik, dan tidak bisa menduduki kedudukan-kedudukan terhormat di antara bangsa-bangsa di dunia. Sekembalinya dari Inggris, ia merasa mendapat kekuatan baru yang lebih meyakinkan anggapannya bahwa selama ini ketertinggalan India dari bangsa Barat adalah karena faktor mental, Inggris memiliki mental yang kuat dalam segala hal. Dan untuk merubah mental masyarakat India harus dilakukan revolusi pemikiran dengan meninggalkan ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan lama dan menerima tuntutan zaman modern. Bersamaan dengan itu ia mulai merintis berdirinya perguruan tinggi Islam modern. Di India pendidikan modern yang dibawa oleh Inggris pada awal abad ke-19 telah menimbulkan dualisme sikap masyarakat Muslim. Yaitu sikap antagonis (menolak) dan sikap akomodatif (menerima) . Sikap penolakan ditunjukkan oleh sebagian besar umat Islam India, terutama para pengelola lembaga pendidikan Islam tradisional yang khusus mengajarkan ilmu-ilmu agama. Penolakan tersebut, karena meraka beranggapan apa yang dibawa oleh Inggris tidak cocok diikuti umat Islam, sebab pendidikan modern Inggris mengabaikan bidang studi dan tradisi keilmuan Islam. Jalan bagi umat Islam India untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan, ialah memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Dan agar yang tersebut akhir ini dapat dicapai sikap mental umat yang kurang percaya kepada kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus diubah terlebih dahulu. Perubahan sikap mental itu ia usahakan melaui tulisan-tulisan dalam bentuk buku da artikel-artikel dalam majalah Tahzib Al-Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga ia tidak lupakan, bahkan pada akhirnya ke dalam lapangan inilah ia curahkan perhatian dan pusatkan usahanya. Jalan yang efektif untuk merubah sikap mental memanglah pendidikan. Di tahun 1861 ia dirikan Sekolah Inggris di Muradabad. Di tahun 1876, ia minta berhenti sebagai seorang pemerintah Inggris dan sampai akhir hayatnya ia mementingkan pendidikan umat Islam India. Di tahun 1878, ia mendirikan sekolah Mohammedan Anglo Oriental College (M.A.O.C) di Alighar yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan umat Islam India. Menurut penulis I.H. Qureshi, sekolah itu mempunyai peranan penting dalam kebangkitan umat Islam India di Pakistan sekarang akan lebih jauh lagi ketinggalan dari umat-umat lain. Lembaga yang dibentuk pada tahun 1878 di Aligarh ini, disesuaikan dengan model sekolah di Inggris. Bahasa yang digunakan pada lembaga ini ialah bahasa Inggris. Direkturtnya berkebangsaan Inggris, sedangkan guru dan stafnya kebanyakan berkebangsaan Inggris. Meskipun sebagian mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga ini adalah ilmu pengetahuan modern, ilmu-ilmu agama juga tetap diajarkan. Pada sekolah-sekolah Inggeris yang dikelolah oleh pemerintah, mata pelajaran agama tidak diajarkan, sedangkan pada M.A.O.C., pendidikan agama Islam dan ketaatan siswa menjalankan agama tetapi diperhatikan dan dipentingkan. Lembaga ini terbuka bagi semua kalangan, baik orang Hindu, orang Parsi, maupun orang Kristen.. Akibat dari pendidikan ini, maka lahirlah Aligarh Movement yang akhirnya berhasil melahirkan muslim Leage tahun 1906 M. Akhirnya lahirlah negara Pakistan yang berdasarkan Islam tahun 1947 M. Cita-cita Ahmad Khan untuk mendirikan Perguruan Tinggi akhirnya terwujud dengan diletakkannya batu pertama pembangunan gedung perguruan tinggi tersebut oleh Gubernur Jenderal Lord Lotion (raja muda waktu itu) pada tanggal 8 Januari 1877 di kota Aligarh. Perguruan tinggi tersebut diberi nama Muhammadan Anglo Oriental College, yang lebih dikenal dengan Aligarh College. Perguruan tinggi ini adalah procontoh-Inggris. Ia mencontoh perguruan tinggi Oxford dan Cambridge, bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris, kurikulumnya adalah kurikulum Barat dengan ditambah mata kuliah Agama Islam, dan dekan serta banyak dosennya adalah orang-orang Inggris. Aligahr College adalah Karya besar Sayyid Ahmad Khan dalam bidang pendidikan. Aligarh merupakan lembaga pendidikan Islam modern yang dikembangkan olehnya dari hasil studi panjangnya di Inggris. Sistem pendidikannya berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang ada pada waktu itu. Perbedaan tersebut nampak dalam hal materi dan tujuan pendidikan. Sebelas tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1885 Sayyid Ahmad Khan juga mendirikan Muhammedan Educational Conference . Program lembaga ini ialah 1) mempromosikan pendidikan Barat kepada umat Islam India; 2) memperkaya bahasa Urdu melalui penerjemahan karya-karya ilmiah; 3) menerapkan bahasa Urdu sebagai bahasa kedua pada semua kantor dan sekolah swasta; 4) menekankan pentingnya pendidikan wanita demi keseimbangan pengembangan intelektualitas generasi yang akan datang; dan 5) menyusun kebijakan bagi orang-orang Islam yang belajar di sekolah tinggi Eropa.. Usaha pokok Sayyid Ahmad Khan bagi penyiaran ilmu (sebelum ia mendirikan perguruan tinggi Aligarh) adalah berdirinya The Scientific Society yang asalnya terkenal sebagai The Translation Society yang dimulai di Ghazipur pada bulan Januari 1864. Pada waktu mulai membuka sekolahan dan menentukan kurikulumnya, ia menyadari bahwa bahasa-bahasa India kurang mempunyai literatur yang berguna mengenai ilmu-ilmu yang dibahas dengan bahasa-bahasa Barat. Muhammad Shibli Nu’mani (1875-1914) diangkap pada tahun 1883 sebagai guru bahasa Arab dan Persia di M.A.O.C, mempunyai pendidikan madrasah tradisional dan pernah pergi ke Mekkah dan Madinah memperdalam pengetahuan tentang agama Islam. Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat ia meninggalkan M.A.O.C. Setelah meninggalkan M.A.O.C, ia pergi ke Lucknow untuk memimpin perguruan tinggi Nadwat Al-Ulama. Pemikiran moderm moderat yang dianutnya membawa perubahan pada perguruan tinggi ini. Salah satu dari muridnya yang kemudian menjadi pemimpin pembaharuan di abad kedua puluh ialah Abdul Kalam Azad. Beberapa ide situasi bencana ini bisa didapatkan dari tabel berikut, terutama disiapkan oleh Sayyid Ahmad Khan dari laporan tahunan instruksi publik dan diserahkan kepada pemerintah pada tahun Dikutip dalam laporan Komite Provinsi Punjab Komisi Pendidikan, 116. Juga tidak posisi di sekolah dasar yang jauh lebih baik. Misalnya dalam 1880-1881 di Provinsi Bengal, Bihar dan Orissa ada 156, 081 anak laki-laki Muslim dari total populasi muslim dari 21 milions. Lihat laporan umum tentang instruksi umum di Bengal untuk 1880-1881. Degree Total Graduated Total Graduated Of Muslim Doctor In Law 6 Nil Honour In Law 4 Nil Bachelor In Law 705 6 Licentiate In Law 235 5 Bachelor In Civil Engineering 36 Nil Licentiate In Civil Engineering 51 Nil Master Of Art 326 5 Bachelor Of Art 1.343 30 Doctor In Medicine 4 Nil Honuor In Medicine 2 Nil Bachelr In Medicine 58 1 Licentiate In Medicine Adn Surgery 385 8 Dari tabel di atas, terlihat sekali Islam di India merosot jauh dibandingkan dengan Hindu terutama dalam hal pendidikan. Inilah menjadi alasan Sayyid Ahmad Khan untuk melakukan pembaharuan Islam di India, Sayyid Ahmad Khan melihat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban klasik telah hilang dan telah timbul peradaban baru di Barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Dalam Bidang Politik Pada tahun 1857 ketika Sayyid Ahmad Khan genap berusia 40 tahun, terjadi satu fase baru dari kepribadiannya yang serba-segi itu terungkap. Pada waktu itu terjadi kekacauan politik besar terjadi yang dimulai dengan pemberontakan Angkatan Darat India terhadap pemerintahan Inggris di India yang kemudian merambah pada penduduk sipil. Menurut Sayyid Ahmad Khan, sebab pokok yang akhirnya membawa kepada pemberontakan besar tersebut adalah tidak adanya orang India yang mewakili pandangan India pada tingkat atas badan-badan yang memerintah negeri tersebut. Ia merenungkan tragedi yang menimpa negerinya, dan mendapatkan kesimpulan bahwa hal tersebut disebabkan karena kebodohan. Oleh karena itu ia bertekad untuk mulai mendidik orang yang memerintah dan yang diperintah, dan menghilangkan sebab-sebab yang memungkinkan pertentangan dan salah paham. Tugas pertama ia mulai dengan bukunya Causes of the Indian Revolt, dan ia teruskan sepanjang hidupnya dengan mengajukan pikiran-pikiran rakyatnya dengan berani. Untuk tujuan inilah maka pda tahun 1866, ia mendirikan British Indian Association” di Aligahr yang digambarkan sebagai pendahulu Kongres Nasional India, dan meskipun baru saja berdiri telah dapat melahirkan pelbagai macam pandangan yang berguna dan efektif bagi Parlemen Inggris dan Pemerintah di India mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi rakyat India. Sayyid Ahmad Khan juga mengetahui bahwa pemberontakan tersebut dikatakan sebagai pemberontakan Muslim, dan umat Muslim ditindas dengan kekerasan. Ia berusaha untuk membetulkan kesan yang salah dari pejabat-pejabat Inggris. Namun secara politis, ia tetap melayani Inggris, dan pernah menjadi anggota Dewan Gubernur Jenderal, beberapa kali menjadi anggota komisi pemerintah dan terus mengembangkan loyalitas dari umat Islam kelas menengah di India Utara. Lebih dari itu, ia kemudian mendirikan Muhammadan Educational Conference yang segera berkembang menjadi organisasi yang sangat baik dan memperoleh dukungan dari banyak pihak, dan cabang-cabangnya segera tumbuh di kalangan masyarakat Islam India. Konferensi ini menjadi alat penyiaran ide-ide Sir Sayyid Ahmad Khan dalam bidang sosial dan agama Selain itu, Ahmad Khan juga mendirikan organisasi yang bersifat politik, yaitu Muhammadan Defence Association, yang tujuannya adalah melindungi anggota-anggotanya dari saingan golongan yang kuat dan lebih maju. Dalam keseluruhannya tidak diragukan lagi bahwa Sir Sayyid Ahmad Khan adalah orang yang menghabiskan umurnya untuk kesejahteraan masyarakat Muslim India dengan membina agama dan moralitas, serta loyal kepada bangsa yang memerintah mereka, yaitu Inggris. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi pada tanggal 17 Oktober 1817 sebagai putra seorang bangsawan tinggi. Sayyid Ahmad Khan sebagai pelopor gerakan modernisme dalam Islam. Ia merupakan tokoh pembaharuan Islam yang pemikirannya banyak mendapatkan kontra, bahkan mendapatkan tanggapan dari kawan-kawannya seperti Jamaludin Al-Afghani. Ide pemikirannya dalam sosoial keagamaan, sebagai tokoh yang menghargai tinggi akal. Nilai keagamaan yang dipahami Sayyid Ahmad Khan ialah bersifat tidak tetap, bisa berubah sesuai dengan zamn dan pemikiran ini sesuai dengan kebudayaan Inggris pada abad ke-19. Ide pemikrannya dalam hal pendidikan, ia berpandangan untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya untuk mencapai kemajuan ialah memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat dan dalam keseluruhan tidak diragukan lagi bahwa Sayyid Ahmad Khan adalah orang yang mengahabiskan umurnya untuk kesejahteraan masyarakat muslim India dengan membina agama dan moralitas serta loyal kepada bangsa yang memerintah mereka yaitu Inggris. B. Saran Secara umumnya, makalah yang ditulis ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk kebaikan yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Abdul, Kholil Hamid Abdul Ali. Jawaanibu turoosii Hindiyah al-Islam fii Haditsa” 1979. Iskandar: Maktabah Al-Ma’arif Al-Haditsa Ali, Mukti. Alam Pikiran Modern di Timur Tengah. 1995. Jakarta: Djambatan, Cooper, John. Dkk. Pemikiran Islam. 2002. Jakarta: Erlangga Jurnal Hunafa Vol. 2 No. 2 Agustus 2005 Jurnal, Sultan Pawakkang Masyhur, Kahar. Pemikiran dan Modernisme dalam Islam. 1989. Jakarta: Kalam Mulia Munir, Sudarsono. Aliran Modern Dalam Islam. 1994. Jakarta: PT Rineka Cipta Nasution, Harun. Pembaharuan dalm Islam. 1975. Jakarta: PT. Bulan Bintang Rafiq, Zakaria. Rise of Muslims in Indian Politics. 1971. Bombay: Somaiya Publications PVT LTD Taufik, Akhmad. dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, 2005, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada